Bisnis

Greenpeace Juga Tolak Perppu Cipta Kerja, Ini Kegentingan Oligarki

Greenpeace Indonesia ikut angkat bicara menanggapi penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Kepala Kampanye Iklim Greenpeace, Tata Mustasya membenarkan adanya faktor kegentingan yang memaksa Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja itu diterbitkan. "Memang benar ada kegentingan. Jadi tidak ada yang salah dengan Perppu ini kalau soal kegentingan," kata Tata, dalam orasinya pada Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB), di depan Gedung Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023).

Tata menegaskan, saat ini bukan rakyat yang menghadapi kegentingan tapi para elit politik dan oligarki yang menghadapi kegentingan. Dia menambahkan, para elit politik tersebut dalam kegentingan karena ada kepentingannya yang belum selesai di sisa masa jabatan mereka. "Yang mengalami kegentingan itu bukan kita semua, bukan rakyat. Tetapi para oligarki, para elit politik yang merasa genting karena saat ini di sisa (masa jabatan) belum selesai," katanya.

"Konflik kepentingannya belum selesai, jadi lahirlah alasan genting ini untuk melahirkan Perppu," sambung Tata. Tata menerangkan, ada dua kerugian karena terbitnya Perppu Cipta Kerja. Kerugian pertama, perlindungan terhadap hak hak buruh dikurangi secara besar besaran. "Ini sangat terasa dan ini mencederai nilai nilai keadilan sosial," kata Tata.

Kedua, kerugian bagi Greenpeace Indonesia dan organisasi masyarakat sipil lain yang mengampanyekan isu lingkungan. "Ini orang orang yang merasa genting ini (para elit politik atau oligarki), yang ingin mengeksploitasi lingkungan dengan segera," tegasnya. Menurutnya, kegentingan yang dirasakan para elit politik dan oligarki tersebut terkait erat dengan eksploitasi lingkungan.

"Ini kegentingan mereka sendiri terkait kepentinganmengeksploitasi lingkungan, batu bara, akan dieksploitasi, batu bara akan dieksploitasi," bebernya. Sebelumnya, Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menyampaikan sejumlah tuntutan terkait penolakan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tenang Cipta Kerja. Massa aksi AASB yang berisi Pimpinan Konfeserasi dan Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh, menggelar aksi di depan Gedung Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023)

Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Rudi HB Daman mengatakan, dengan tegas mengecam dan menolak penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. "Aliansi Aksi Sejuta Buruh dengan tegas Mengecam dan menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja," tegas Rudi, dalam orasinya, Kamis ini. Atas diterbikannya Perppu Tentang Cipta Kerja tersebut, AASB menyampaikan sejumlah tuntutan, yaitu:

1. Menuntut Presiden Joko Widodo untuk Menarik dan atau Mencabut PERPPU Nomor 2 tahun 2022 serta Menerbitkan PERPPU Pembatalan UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2022 yang sesat. 2. Menuntut DPR RI untuk Menolak PERPPU Nomor 2 tahun 2022 disahkan menjadi Undang Undang, dan sekaligus mendesak DPR RI untuk segera bersidang menggunakan hak angket untuk memeriksa Presiden RI atas diterbitkannya PERPPU yang telah melanggar dan menunjukkan ketidak patuhan pada Konstitusi. AASB menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia, kalangan intelektual/akademisi, praktisi demokrasi dan para pejuang masyarakat sipil termasuk lingkungan hidup serta seluruh rakyat untuk bersatu melakukan perlawanan dan menolak PERPPU Nomor 2 tahun 2022. "Serta seluruh kebijakan rezim Joko Widodo yang anti rakyat dan pro oligarki dan kapitalis asing serta tuan tanah," ujar Rudi.

Sebelumnya, puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menggelar aksi penolakan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Aksi tersebut digelar di depan Gedung Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023). Massa aksi berkumpul sejak pukul 11.00 WIB. Mereka membawa spanduk besar bertuliskan "Menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022".

Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Rudi HB Daman mengatakan, AASB menilai penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 adalah bentuk pembangkangan, pengkhianatan, dan kudeta konstitusi RI. Rudi juga mengatakan, hal tersebut merupakan tindakan pelecehan atas putusan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK). "Presiden tidak menghormati MK yang berarti Presiden telah melakukan Contempt of The Constitutional Court," kata Rudi, dalam orasinya, Kamis ini.

Menurutnya, hal itu dikarenakan Perppu ini juga dinyatakan menggugurkan Putusan MK serta secara terang benderang menunjukkan otoritarianisme Pemerintahan Joko Widodo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *